JAKARTA - Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp20 triliun untuk program pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan tahun 2025. Kebijakan ini dirancang dengan syarat ketat agar bantuan tepat sasaran dan tidak mengganggu arus kas lembaga jaminan sosial tersebut.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan anggaran sudah disiapkan sesuai arahan Presiden. "Tadi minta dianggarkan Rp20 triliun, sesuai dengan janji Presiden. Itu sudah dianggarkan," ujarnya usai rapat dengan BPJS Kesehatan di Kementerian Keuangan, Jakarta.
Program pemutihan difokuskan pada peserta yang mengalami perpindahan segmen kepesertaan. Misalnya, peserta mandiri yang menunggak iuran kemudian berubah status menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan, pemutihan diberikan bagi mereka yang sudah berpindah ke PBI tetapi masih tercatat memiliki tunggakan masa kepesertaan mandiri. Pemerintah daerah yang membayar iuran PBI tidak perlu menanggung tunggakan lama tersebut.
Syarat utama lainnya adalah peserta harus masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Ghufron menegaskan pemutihan mengacu pada data desil ekonomi agar penerima manfaat benar-benar masyarakat yang tidak mampu.
"Ya tentu kita harapkan tepat sasaran ya, jadi dia desilnya itu desil yang katakanlah masuk di dalam DTSEN," ucapnya. Program ini memastikan bantuan tidak disalahgunakan oleh peserta yang mampu membayar.
Mekanisme Pemutihan dan Perlindungan Arus Kas BPJS
Meski detail teknis pemutihan akan diatur lebih lanjut, skema dasarnya adalah penghapusan tunggakan bagi peserta yang sudah berpindah ke PBI. Sistem yang mencatat tunggakan masa kepesertaan mandiri sebelumnya akan dibersihkan sehingga tidak membebani peserta baru.
Ghufron menegaskan program ini tidak akan mengganggu keuangan BPJS Kesehatan jika tepat sasaran. "Enggak, tidak akan mengganggu, asal tepat sasaran. Kalau enggak tepat sasaran itu bisa mengganggu, tetapi kalau tepat sasaran saya kira enggak," jelasnya.
Peserta diingatkan agar tidak menunggak iuran dengan sengaja demi mengantisipasi program pemutihan berikutnya. BPJS menekankan bahwa kebijakan ini khusus untuk mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan untuk yang mampu tetapi malas membayar.
"Yang jelas kalau BPJS itu istilahnya negara hadir, kemudian peserta itu bisa akses pelayanan, tetapi tidak disalahgunakan," tegas Ghufron. Peserta yang mampu tetap wajib membayar iuran agar program berjalan adil dan berkelanjutan.
Program pemutihan ini menjadi langkah strategis pemerintah untuk memperbaiki akses layanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Dengan penghapusan tunggakan, peserta PBI dapat lebih leluasa mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa terbebani utang iuran lama.
Tujuan dan Dampak Pemutihan terhadap Masyarakat
Pemutihan tunggakan BPJS Kesehatan sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan jaminan kesehatan nasional. Program ini memastikan setiap warga negara yang tidak mampu tetap dapat memperoleh layanan kesehatan secara maksimal.
Selain itu, kebijakan ini mendorong tertib administrasi kepesertaan BPJS. Dengan membersihkan tunggakan lama, data peserta menjadi lebih akurat dan sistem pencatatan keuangan BPJS lebih transparan.
Pemutihan juga mendukung kesinambungan layanan BPJS Kesehatan. Peserta yang sudah menjadi PBI tidak lagi terbebani tunggakan masa lalu sehingga pemerintah daerah bisa fokus membiayai iuran PBI saat ini dan ke depan.
Program ini sekaligus menegaskan prinsip keadilan sosial. Bantuan diberikan berdasarkan data desil ekonomi sehingga manfaatnya tepat sasaran bagi masyarakat miskin.
Ghufron menegaskan, kebijakan ini bukan ajang bagi peserta yang mampu untuk menunda pembayaran. "Orang yang mampu ya bayar itu bukan terus, 'Wah, saya nunggu nanti biar ada pemutihan lagi' begitu, enggak, enggak terjadi itu," ujarnya.
Dengan skema yang jelas, program pemutihan BPJS Kesehatan 2025 diharapkan memperkuat akses pelayanan kesehatan nasional. Masyarakat miskin bisa mendapatkan haknya tanpa menambah beban finansial, dan BPJS tetap sehat secara finansial.